Senin, 15 November 2010

Diary Tua

        Sherly adalah anak yang baik,sopan,dan periang. Saat ini ia duduk di bangku kelas 6 di SD Harapan Bangsa, Bandung. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya yaitu kakek Simon dan nenek Irinne, sejak kecil Sherly sudah ditinggal kedua orang tuanya bekerja di London, Inggris, karena memang ayah Sherly berasal dari London.
        Setiap pulang sekolah Sherly selalu membantu neneknya membuat kue untuk dijual di  “Irinne Bakery” yang tidak lain adalah toko milik nenek Irinne.

        Suatu hari ketika Sherly pulang, ia terkejut karena toko nenek sudah buka dan nenek telah berdiri di balik etalase. “Klining….” Terdengar bunyi lonceng yang berarti pintu toko terbuka,

“siang nek, tumben tokonya sudah dibuka ?” Tanya Sherly heran,

“iya, tadi nenek menunggu kamu pulang, tapi kamu tak kunjung datang” jawab nenek,

“iya nek, tadi Sherly ada tambahan.”  Tambah Sherly.

“ya sudah tak apa, kamu ganti baju dulu gih!” kata nenek.

Setelah Sherly ganti baju, tiba-tiba kakek memanggil,

“Sherly… kemari, nak!”  kata kakek,

“ya kek…” jawab Sherly seraya berlari kearah kakek,

“cucuku yang paling manis, Bantu kakek beres-beres gudang ya ?” pinta kakek sambil mengelus rambut Sherly,

“iiih… kakek, kepala Sherly jangan digituin dong, Sherly udah bukan anak kecil, kek!” jawab Sherly sambil berpura-pura marah,

“iya…iya…” jawab kakek’

“ya udah Sherly mau bantu” kata Sherly sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

Kakek hanya membalas dengan senyuman.

Sesampainnya di gudang, Sherly mulai membersihkan figura yang tergeletak di lantai,

“kek, ini foto kelurga ya, kok nggak di taruh di ruang tengah ?” Tanya Sherly,

“oh iya, ruang tengah masih kosong ya.” Jawab kakek sambil menepuk dahinya,

“kek, ini mama dan tante Vero waktu masih kecil ya,mama mirip aku ya?” Tanya Sherly lagi,

“iya,mirip sekali hanya saja kamu lebih tomboy.”jawab kakek.

Sherly dan kakek melanjutkan bersih-bersih. Sherly melihat almari tua yang menurutnya unik, lalu ia mendekati almari itu dengan wajah penasaran, “kreeet…” pintu almari terbuka, debu berterbangan, di dalam almari tampak banyak baju-baju bekas,

“kek, ini baju-baju siapa ?” Tanya Sherly,

“oh, itu baju-baju bekas mama kamu dan tante Vero.” Jawab kakek sambil sibuk membuka kardus tua berisi surat-surat,

Karena menurut Sherly baju-baju tersebut masih bagus,ia berniat menaruhnya di kardus, saat ia menarik baju itu, “bluk…” sebuah buku terjatuh, Sherly memungut dan membersihkan buku tersebut, di cover buku tertulis  “DIARY 365 milik: Anastasia Jose”,

“ini diary milik mama!” kata Sherly,

“ada apa nak ?” Tanya kakeh heran,

“enggak ada apa-apa!’ jawab Sherly sambil memasukkan diary itu ke dalam kardus.

“nak, sudah sore, kita turun yuk!” ajak kakek,

“ya kek, lagian Sherly juga udah capai” jawab Sherly sambil mengankat kardus berisi baju tadi,

“hati-hati nak, tangganya sudah tua seperti kakekmu ini” jawab kakek sambil tertawa, Sherly hanya menjawabnya dengan senyum.

Setelah sampai di kamarnya, Sherly mengunci pintu dan duduk di tepi ranjangnya, ia mulai membaca isi diary itu,



Apa kabar Bandung, apakah kau masih seperti dulu, apakah kau masih seramai dulu, dan apakah kau masih menjadi kota fashion, aku rindu hal-hal di Bandung, keluarga,bunga-bunga nan indah,puncak, dan lainnya. Walaupun kata orang, London kota yang indah, namun bagiku Lodon bagai neraka, tak ada yang peduli padaku, semua orang sibuk dengan diri mereka sendiri, mereka terlalu egois. Andai saja Mama dan Papa mengizinkan aku kuliah di Bandung dan tidak memaksaku kuliah di sini, pasti aku tak akan semenderita ini, huh… tapi itu hanya impian belaka, andai aku bisa pulang ke Bandung, tapi itu tidak mungkin, lagi pula jika aku pulang, pasti akan terjadi perang dunia antara aku dan Papa.



London, 2 Juni 1994, 12.00 a.m

“huh… kasian mama, apa kakek dan nenek setega itu ?” gumam Sherly, lalu ia kembali membaca diary itu,







Dear Diary,

Hari ini adalah hari yang menegangkan karena hari ini aku akan melangsungkan pernikahan dengan pemuda London bernama Peter, dialah orang pertama yang membuat aku nyaman dan merasa aman jika disampingnya, semoga ini menjadi jembatan penyatu antara aku dan Papa.



London, 12 Dec 1995,08.00 a.m



Dear Diary,

Do’aku terkabul, kini aku dan Papa telah berdamai, aku bersyukur karena bukan hanya berdamai dengan Papa tapi aku juga telah dikaruniai putri yang aku beri nama “Lorensia Sherly Jose” yang kini berumur satu bulan tepat hari ini.

London, 2 Juli 1997, 12.00 p.m



Ketika Sherly selesai membaca tiba-tiba,

“makan malam siaaap…” teriak nenek dari ruang makan,

Sherly melirik kearah jam snoppynya, ternyata sudah pukul tujuh malam, Sherly menaruh diary itu di dalam laci meja belajarnya, dan bergegas menuju ruang makan.

Seperti biasa, Kakek,Nenek,dan Sherly duduk bersama di meja makan, selesai makan mereka bercakap-cakap,

“kek, Sherly boleh nggak pindah kamar, soalnya Sherly udah bosen di situ terus.” Pinta Sherly,

“memangnya kamu minta pindah ke mana ?” tanya kakek,

“ke gudang.” jawab Sherly,

“memangnya kamu tidak takut pindah ke loteng ?” tanya nenek,

“kenapa harus takut ?” jawab Sherly sambil mengedipkan sebelah matanya,

“ya sudah kalau begitu besok kamu kemasi barang-barang di kamarmu ya!”jawab kakek.

“oh iya nenek hampir lupa, besok mama dan papa kamu pulang.”kata nenek,

“horeee…”teriak Sherly kegirangan,

“ppppsssstttt….ini sudah malam, ayo berangkat tidur, jangan lupa gosok gigi ya!”kata kakek mengingatkan.

Hari yang dinantikan Sherly pun tiba, “diin…diin…” terdengar klakson mobil dari luar, Sherly langsung berlari keluar, namun, ia kaget karena mama turun dari taxi menggendong bayi,

“mama ini siapa ?”Tanya Sherly,

“ini Shella, dia adik kamu” jawab mama,

Mama tahu kalau Sherly agak terkejut dan marah karena Sherly pernah bilang ia ingin jadi anak tunggal. Sherly berlari ke kamar dan ia mengambil diary mamanya dan menulis keluh kesahnya itu, saat Sherly sedang menulis tiba-tiba mama masuk,

“Sherly ? kamu kenapa, nak ?” Tanya mama,

“nggak apa-apa kok,ma” jawab Sherly sambil berusaha menyembunyikan diary itu namun “bluk…” buku itu terjatuh,

 “Oops!!!” kata Sherly sambil menepuk dahinya,

“apa itu,nak ?” Tanya mama sambil mendekati diary itu dan memungutnya,

“Sherly, ini kan diary mama, kamu dapat dari mana ?” Tanya mama,

“mama, Sherly dapet itu di almari tua di gudang, maafin Sherly ya ma, Sherly udah lancang baca-baca diary ini.” Jawb Sherly dengan nada sedih,

“ya sudah tak apa, bahkan itu boleh kamu jadikan  diary kamu. Asalkan jangan bilang siapa-siapa isinya”jawab mama sambil menutup pintu kamar Sherly.

Mulai saat itu, mama dan papa Sherly tinggal di tempat nenek dan kakek, Sherly telah lulus dan melanjutkan di SMP Tunas Harapan, dan ia sudah mengakui Shella sebagai adiknya.

☺☻☺

Rumah Tanpa Penghuni

          Sammy adalah seorang anak yang baik dan sopan, ia juga tergolong anak yang pintar di sekolahnya (musica junior high school), namun sayang belakangan ini ia sering melamun bahkan tidak memperhatikan pelajaran, itu semua terjadi karna Sammy terlalu memikirkan kedua orang tuanya yang akan bercerai.
            Sebulan berlalu,  perceraian kedua orang tua Sammy pun telah usai dan akhirnya hak asuh anak di bagi dua, Efelyn kakak Sammy lebih memilih ikut papanya, dan Sammy sendiri memilih ikut mamanya, hari itu juga Sammy dan mamanya pindah dari rumah milik papa ke “diamond estate” salah satu perumahan elite di kota Starstone ,mama Sammy memilih perumahan elite tersebut karena jaraknya tidak terlalu jauh dari Musica Junior High School.
            Sammy dan mamanya menempati rumah nomor 12 yang merupakan rumah kedua dari ujung batas perumahan, di sebelah rumah Sammy adalah rumah Michael teman sebangku Sammy di sekolahnya dan rumah paling ujung adalah rumah tak berpenghuni (kosong), sebenarnya Sammy agak malas tinggal di rumahnya itu karna rumah di sebelahnya yang kosong dan seram itu sangat menakutkan baginya, berulang kali Sammy meminta pada mamanya agar pindah ke rumah nomor 10 yang kosong karena pemiliknya pindah, memang rumah nomor 10 tidak seperti rumah seram bernomor 13 yang tidak terawat, rumah ini lebih bersih dan rapi karena pernah dihuni walaupun hanya sebentar. Namun mama Sammy selalu menolak dengan alasan lebih nyaman tinggal di rumah yang sekarang.       
            Tidak terasa dua minggu sudah Sammy tinggal di rumah barunya yang sudah tidak bisa dibilang baru lagi. Namun ketakutan Sammy akan rumah 13 itu masih tidak bisa hilang, walaupun kini rumah 13 itu telah dibeli oleh seorang pengusaha kaya yang bernama Donny. Ia tinggal di luar kota dan hanya sesekali menempati rumah itu.
            Suatu hari, seperti biasanya Sammy dan Michael pulang bersama, namun Michael mengajak Sammy lewat jalan yang tidak seperti biasanya, kali ini Michael menuntun Sammy menuju pintu samping yang tidak lain adalah pintu yang terletak di samping rumah 13, sebenarnya Sammy agak takut, “el, perasaan aku kok nggak enak ya!” keluh Sammy, “alah kamu ini ada-ada aja, kamu takut ya lewat depan rumah 13?” ejek Michael, “enggak, siapa yang takut? Kamu kali’?” kata Sammy gugup, dan saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, kini dua anak remaja itu telah berdiri di depan pintu samping perumahan, tangan Sammy gemetaran, ia mulai kuatir kalau-kalau terjadi apa-apa pada mereka berdua, Michael menarik gagang pintu dan “KREEET…” pintu tua itu terbuka. Dag-dig-dug jantung Sammy berdebar kencang ia mulai melirik wajah temannya yang terlihat sangat santai, ia tidak berani melihat ke arah rumah seram itu. Namun ia merasa penasaran dan ia memberanikan diri melihat rumah itu dan ia melihat sekelebat bayangan hitam dari jendela rumah itu, Sammy langsung lari meninggalkan Michael yang masih terbengong-bengong melihat sahabatnya lari terbirit-birit. Sesampainya di rumah Sammy langsung masuk ke kamar, “samm… sepatuuuu….” Teriak mama dari lantai dasar karena Sammy selalu melepas sepatunya di kamar dan hal itu membuat mamanya jengkel. “iyaaaaa……” jawab sammy sambil melepas sepatu nikenya. Tiba-tiba terdengar ringtone zigas “sahabat jadi cinta” ternyata handphone Sammy berdering tertulis “Michael calling…” lalu dijawabnya “halo, ada apa, el?” Tanya Sammy, terdengar jawaban dari seberang, “tadi kenapa kamu lari sekenceng itu?”, Sammy mencari-cari alasan, “nggak tahan… kebelet…” jawab Sammy gugup, “hua…ha…ha… kebelet apa kebelet?” kata Michael mengejek, “terselah lah!!!” jawab sammy sewot lalu, “tuuut…tuut…tuut…” telepon pun terputus. “saaamm… makan duluuu…” panggil mama dari bawah, Sammy pun turun dan melangkahkan kaki ke ruang makan, dilihatnya ayam goreng tepung garing kesukaannya, Sammy makan dengan lahap. Tiba-tiba terdengar kembali ringtone zigas, lalu Sammy mengambil handphonenya “Michael calling…”, “ugh…” desah Sammy sambil mematikan handphone sony ericsson K 660 I berwarna hijau miliknya, ternyata mama mendengar desahan Sammy, “siapa sam?, kok nggak di angkat?” Tanya mama, “orang iseng.” Jawab Sammy sambil menikmati ayam gorengnya.
            Selesai makan Sammy langsung mandi dan bergegas mengenakan baju olah raga dan sepatu Ardilesnya, lalu ia turun dan membetulkan tali sepatu yang belum sempat diikat, “ke mana sam?” Tanya mama, “kan hari ini ada ekskul basket ma!” jawab Sammy sambil mengambil handphone Nokia N95nya yang di charge. “kok nggak pakai yang sony atau Samsung atau LGnya aja sam?” Tanya mama sambil mencuci piring, “nggak ah bosen! Berangkat maaa…” teriak Sammy dari ruang tengah.waktu menunjukkan pukul 17.30, “sial pulang kemaleman lagi!” gumam Sammy, sesampainya di gerbang Diamond Estate ia melihat tanda dilarang masuk untuk kendaraan, Sammy mendongakkan kepalannya untuk melihat ada apa, ternyata tetangga Sammy ada yang mengadakan hajatan, Sammy berbalik arah, “aduh.. jalan satu-satunya cuma lewat sampig nih!” gumam Sammy sambil menepuk dahinya, lalu ia berjalan menuju pintu samping, tak terasa ia telah sampai di depan pintu tua itu, lalu ia memberanikan diri membuka pintu, “KREEETTT…” pintu pun terbuka, wajah Sammy mulai pucat, ia berjalan pelan lalu ia memberanikan diri melihat ke rumah 13, lalu kejadian itu terjadi lagi, dan lagi-lagi Sammy lari terbirit-birit, namun kali ini ia tidak lupa melepas sepatunya di ruang tengah, lalu ia naik ke kamar, “saaam… sepa…” mama belum selesai berteriak, namun Sammy sudah menjawab “udaaahhh…”, “ck…ck…ck…” mama hanya bisa geleng-geleng kepala. Sammy melirik jam MUnya, waktu menunjukkan pukul tujuh malam, Sammy langsung menutup telinga, tiba-tiba “Saaaam… makan duluuu…” ternyata dugaan Sammy benar, mama telah memanggil Sammy makan malam.
            Waktu menunjukkan pukul 21.00, namun Sammy belum bisa tidur dan terus memikirkan bayangan itu, dan tiba-tiba terdengar bunyi piano merdu, Sammy mencari asal suara itu, dan ternyata asalnya dari luar, Sammy membuka jendela kamarnya dan betapa kagetnya Sammy ternyata suara itu berasal dari rumah seram itu, lalu Sammy keluar ke balkon dan melihat ke dalam rumah seram itu, ia melihat seorang anak perempuan yang sebaya dengannya memainkan piano tua, lalu Sammy memejamkan mata tidak percaya, ia membuka matanya kembali namun ia tetap melihat anak itu, “siapa ya? Kliatannya pak Donny belum ke sini deh!” gumam Sammy, lalu ia masuk kembali ke kamarnya dan membenamkan diri di selimut MU yang tebal dan hangat.
            Tak terasa ayam jantan telah berkokok, Sammy masih bermalas-malasan di tempat tidurnya karna memang hari ini hari Minggu,namun tiba-tiba, “Sammy, banguuun, ada Michael tuuuhhh…” teriak mama memanggil, mau tidak mau Sammy menyibakkan selimut hangatnya dan melangkahkan kaki ke ruang tamu, dilihatnya Michael sedang duduk di sofa sambil meminum green tea buatan mama Sammy, “hai sam, baru bangun?” sapa Michael ramah, “menurut loe?” jawab Sammy ketus, “kamu masih marah ya, sorry deh kalo iya, hari ini aku mau ajak kamu maen basket di GOR, mau nggak?” Tanya Michael, “ha? Emang loe bisa maen basket?”ejek Sammy, “ ya aku nonton aja, he..he..he..” jawab Michael santai, “sorry lagi sibuk, laen kali aja ya!” jawab Sammy sambil berjalan meninggalkan sahabatnya sendirian di ruang tamu, lalu mama Sammy menemui Michael, “maaf ya el, Sammy memang sedang seperti itu!” kata mama ramah, “nggak papa kok tante, oh ya tante saya pamit dulu ya, udah siang!” kata Michael, “iya” jawab mama Sammy sambil membukakan pintu untuk Michael, “huh rumah deket aja pake pamit, mana dibukain pintu lagi sama mama!” kata Sammy yang sedari tadi mengintip dari balik tembok. Setelah Michael pergi Sammy bergegas pergi ke kamar dan langsung membuka laptop Applenya, lalu ia membuka facebook dan menuliskan “ Sammy is BT” lalu ia mematikan laptopnya dan pergi ke danau dibelakang diamond estate dan ia melihat anak perempuan yang bermain piano di rumah 13 kemarin malam, “ hai, kamu siapa? Kenalin aku Sammy.” Sapa Sammy ramah, “ aku Avril.” Jawab anak itu, “rumah kamu dimana?” Tanya Sammy penasaran, “ rumahku di jl. Kenari nomor 13, kalau kamu?” kata anak itu, “ aku tetangga sebelah kamu, jl. Kenari 12” jawab Sammy santai, “oh iya tadi malam kamu maen piano ya? Kamu kok jarang keluar rumah sih?” Tanya Sammy lagi, “ aku tidak boleh keluar oleh papaku, katanya takut terjadi apa-apa sama aku, aku sering liat kamu lewat depan rumahku, tapi begitu kamu ngliatin rumahku aku tutup lagi jendelannya, oh iya kamu kenapa lari kalau liat rumahku?” Tanya Avril heran, “aku pikir kamu hantu, konyol ya? Ha…ha…ha…” jawab Sammy, kedua anak itu saling bertukar cerita dan ternyata mama Avril telah meninggal karena kejadian Semanggi di Jakarta, Pak Donny sangat terpukul dengan kejadian itu dan ia melarang Avril keluar rumah, bahkan Avril sekolah melalui “online school”.
           
Tak terasa sudah setahun Sammy dan mamanya tinggal di diamond estate, dan kini Sammy tidak takut lagi dengan rumah 13 dan ia bersahabat dengan Michael dan Avril. Avril pun berhasil bicara dengan papanya kalau ia bosan di dalam rumah terus dan ia kini bersekolah di Musica Junior High School.